Kabaran Pekanbaru, - Peraturan Gubernur Riau Nomor 19 Tahun 2021 tentang kegiatan Penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan di Lingkungan Pemprov Riau yang kontroversi terus menggelindingkan bola api, pasalnya Kajati Riau yang diwakili oleh Kasi Penyidikan, Risky, SH,.M.H dalam diskusi hari ini , Senin (27/09/2021) bersama ketua organisasi Pers mengaku tidak mengetahui apa dasar hukum pasal 15 ayat (3) poin b c dan h.
Dilansir dari laman Buser24 Risky yang di dampingi oleh rekan sejawatnya Rudy, SH, MH,dan juga Kasi Penkum Kejati Riau, Marvelous, SH,MH menegaskan kepada sejumlah Ketua Organisasi Pers yang terus meminta gubernur Riau, agar mencabut peraturanya karena di nilai sarat dengan kejanggalan.
“Jujur saya sampaikan disini, sesungguhnya, kami tidak tahu soal bagaimana proses pembentukan pergub yang konflik saat ini, yang kami ketahui adalah, saat pergub menuai masalah, baru pihak Kominfo dan dari Sekwan DPRD Riau buat FGD dengan kita, dan kami sampaikan disitu, apa dasar hukum pasal 15 soal terverifikasi Dewan Pers dan UKW menjadi syarat? sampai saat ini kami tidak mengetahui apa dasarnya,” sebut Risky heran.
Menurutnya dari perspektif Peraturan perundang-undangan yang berlaku, pasal 15 Pergubri tersebut di nilai bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi atau tidak memenuhi asa Lex superiori derogat legi inferiori, sebab pasal yang mengatur tentang perusahaan Pers dan wartawan dalam pergub tidak memiliki dasar hukum, maka dengan sendirinya pasal itu tidak berlaku demi hukum.
” Saya kira ini sederhana saja, jika ada norma yang mengatur tentang Pers disitu, tentunya harus ada dasar hukumnya, itu yang kami pertanyakan saat mereka (Kominfo_red) dan pihak Sekwan DPRD Riau adakan FGD dengan kami, itu belum ada kami ketahui, artinya ini kan ada masalah, seharusnya itu dicabut oleh gubernur,” jelas Risky.
Bahkan Risky melanjutkan, sejatinya pergub tersebut bertujuan baik, yakni untuk membuat ketentuan yang bertujuan menghindari perilaku korupsi dalam penggunaan anggaran publikasi di Pemerintah provinsi Riau, misalnya antara PPTK dan pihak-pihak media yang justru menerima sejumlah uang dari pemerintah tetapi tidak memberikan prestasi, yaitu bukti kinerja media dalam memberitakan pembangunan atau program pemerintah, yang seharusnya jadi fokus Pemerintah, bukan soal pengaturan Terverifikasi Perusahaan dan UKW.
” Yang penting dalam rangka penggunaan anggaran publikasi ini adalah bagaimana anggaran itu dilaksanakan sesuai dengan perjanjian antara pemerintah dengan pihak media, artinya Pemerintah memberikan sejumlah uang, dan media memberikan prestasi, yaitu bentuk pemberitaan yang real, bukan fiktif, atau hanya berkas LPJ yang dibuat-buat, itu yang harusnya jadi fokus, dan selama itu dilakukan dengan baik, tidak ada masalah, karena tidak ada unsur korupsinya dan kerugian keuangan negara,” lanjut Risky.
Risky juga berfikir agar Gubernur Riau dapat segera menyikapi hal ini dengan bijaksana dan sesuai prinsip dasar hukum yang benar dan prinsip keadilan bagi seluruh rakyat, bukan sebahagian.
” Begini aja, kami akan coba agar semua pihak dapat duduk bersama untuk menyamakan persepsi soal kekeliruan ini, dan Gubernur, DPRD Riau dan sejumlah organisasi Pers yang mewakili para wartawan dan perusahaan Pers bisa menyelesaikan ini secara bersama-sama dan semua punya hak yang sama, dan tidak boleh aturan bertentangan dengan undang-undang, yang penting hindari segala bentuk perilaku korupsi yang bisa merugikan keuangan negara, kegiatan publikasi sepanjang benar dilaksakan pihak media tidak ada masalah hukum,” imbuhnya.
Risky juga mengakui, kerap mendengar bahwa terkait terverifikasi perusahaan Pers dan UKW tidak pernah di himbau oleh Dewan Pers sebagai syarat untuk Kerjasama di Pemerintahan.
” Ya saya kan banyak juga itu kenal para wartawan saat bertugas di Kepri, tidak Pernah ada pergub macam ini, dan pernah ada isunya, tetapi kemudian dicabut, karena memang tidak ada dasar hukumnya, dan Dewan Pers juga yang kami tahu tidak mengatakan bahwa terverifikasi perusahaan Pers dan UKW menjadi syarat bagi kerjasama media,” pungkasnya.
(KI)