Denpasar, 24 January,2022
Menyikapi, mengkritisi dan mencermati perkembangan kasus insiden yang telah menimpa Pondok Pesantren As-Sunnah yang bernaung di bawah Yayasan As-Sunnah Lombok yang terletak di Bagiknyaka, Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi NTB.
Bahwa pada tanggal 2 Januari 2022 pukul 02.15 WITA telah terjadi perusakan berupa pembakaran oleh kelompok beberapa orang secara bersama-sama melakukan kekerasan atau tindakan anarkis dan pengancaman terhadap orang dan barang sesuai Pasal 170 KUHP.
Bahwa sebelum kejadian tindak kekerasan atau tindakan anarkis terhadap orang dan barang sebelumnya terjadi beredar video editan yang isinya antara lain diduga telah terjadi tindak pidana ujaran kebencian. Oleh karena itu di dalam perkembangan permasalahan tersebut terjadi 2 (dua) tindak pidana yaitu :
1. Pelaporan Tindak Pidana atas dugaan telah terjadi ujaran kebencian sesuai yang dimaksud dengan Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45 A ayat (2) Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE serta Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 15 Undang-undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana yang saat Penyidik telah menetapkan Ketua Yayasan As-Sunnah Lombok sebagai Tersangka.
2. Yayasan As-sunnah sebagai pelapor dalam hal sebagai korban kasus kekerasan terhadap orang dan barang sesuai dengan Pasal 170 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Terhadap 2 persoalan hukum tersebut diatas, dengan ini kami sebagai kuasa hukum Yayasan As-Sunnah Lombok menyatakan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa kami mengapreasiasi tindakan Kepolisian Daerah NTB yang tidak melakukan upaya paksa terhadap tersangka Tindak Pidana atas dugaan telah terjadi ujaran kebencian sesuai yang dimaksud dengan Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45 A ayat (2) Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana
2. Bahwa disamping itu juga kami mengucapkan terimakasih dan mengucapkan mengapreasiasi kepada pihak Kepolisian Daerah NTB yang telah menurunkan anggotanya melakukan pengamanan terhadap aset dan lingkungan Pondok Pesantren As-Sunnah sesuai kewenangan dan tugasnya yang diatur di dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 13 yaitu Tugas Pokok Kepolisian Republik Indonesia yaitu :
Pasal 13
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
3. Bahwa telah terjadi penanganan dan penegakan hukum yang berbeda yaitu bahwa pihak ketua Yayasan As-Sunnah Lombok yaitu Ustadz Mizan Qudsiah telah ditetapkan sebagai tersangka kurang dari 1 (satu) bulan sejak terjadi pelaporan Tindak Pidana atas dugaan telah terjadi ujaran kebencian
4. Namun atas kasus tindakan kekerasan anarkis terhadap barang-barang dan orang yang menimpa Yayasan As-sunnah Lombok hingga saat ini belum ada perkembangan yang signifikan. Bahwa hingga saat ini belum ditentukan siapa tersangkanya.
5. Bahwa atas pelaksanan penegakkan hukum tersebut, telah terjadi dugaan penanganan hukum yang diskriminatif. Mengapa kami katakan diskriminatif, karena hingga saat ini atas kasus perusakan tersebut diatas belum mengalami perkembangan yang signifikan sementara kasus terlapor atas nama Ustadz Mizan Qudsiah dengan pasal tersebut diatas (pada poin 1) telah memasukki tahap penyidikan dan telah menentukan tersangkanya. Hal tersebut bertentangan dengan konstitusi yaitu Pasal 28 D ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945 yang tertulis :
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
6. Bahwa sementara kasus kerusakan, tindak pidana kekerasan terhadap barang atau orang sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP yang tempat kejadian perkara (TKP) berlokasi di Pondok Pesantren As-sunnah adalah telah jelas-jelas telah merupakan Tindak Pidana, jadi tidak perlu dilakukan penyelidikan lagi karena itu telah benar-benar Tindak Pidana dan langsung ke Penyidikan. Berbeda dengan kasus dugaan Tindak Pidana ujaran kebencian, hal tersebut bisa dilakukan penyelidikan dimana definisi penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 ayat 5 KUHAP).
Sementara Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 ayat 2 KUHAP).
7. Bahwa melihat definisi penyidikan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 2 KUHAP, kami telah menyerahkan 2 alat bukti yang saat ini sedang diperiksa dan dianalisa oleh Penyidik apakah cukup sebagai bukti permulaan atau tidak, itu adalah kewenangan subjektif dari Penyidik untuk menentukan tersangka.
8. Bahwa sesuai dengan Pasal 28 D UUD 1945 yaitu tentang persamaan hak di depan hukum, kami menghimbau adanya penanganan hukum yang equality before the law (kesamaan dimata hukum). Jika Penyidik tidak cepat menemukan tersangkanya maka hal tersebut menjadi perseden tidak baik dalam perkembangan hukum di kemudian hari dan dikhawatirkan terjadi kesewenang-wenangan dan melakukan tindak pidana kembali.
9. Oleh karena itu kami mendesak pihak penyidik segera melakukan penyidikan secara maksimal, secara komprehensif, objektif, untuk menentukan tersangka pada kasus kekerasan anarkis sesuai yang diatur dalam Pasal 170 KUHP sebagaimana penyidik telah menentukan tersangka terhadap ketua yayasan As-Sunnah Lombok atas ujaran kebencian.
10. Bahwa perlu diketahui kami selaku kuasa hukum dari Yayasan As-Sunnah Lombok yang ketua yayasan tersebut saat ini telah dijadikan tersangka dalam dugaan tindak pidana ujaran kebencian sebagaimana diatur di dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE serta Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
11. Bahwa keempat pasal tersebut adalah Pasal yang multitafsir arti dan makna dari pasal tersebut sehingga dalam penyidikan tersebut penuh dengan subjektifitas tergantung siapa yang menafsirkan. Oleh karena itu dalam perkara tersebut akan terjadi perang argumen oleh saksi ahli masing-masing di pengadilan nanti yang menafsirkan makna pasal-pasal tersebut apakah menimbulkan rasa kebencian terhadap satu golongan, individu atau masyarakat berdasarkan isu SARA (suku, agama, ras antar golongan) atau tidak.
12. Bahwa mengenai Pasal 28 ayat (2) UU ITE, semestinya harus diperiksa dan harus dijadikan tersangka juga bagi orang yang telah mengedit dan menyebarkan video editan tersebut diatas, mengapa hanya 1 (satu) orang yang menjadi tersangka atas pelaporan dugaan tindak pidana kebencian sebagaimana tersebut diatas. Bahwa mestinya penyidik dalam melakukan penyidikan harus objektif, oleh karena itu asal usul keonaran ini harus diusut yaitu mengenai oknum yang mengedit video tersebut diatas harus diproses dan dijadikan tersangka juga.
Demikian siaran pers dan pernyataan sikap ini dibuat dengan penuh kesadaran dan penuhtanggung jawab dalam rangka mencermati permasalahan hukum yang terjadi di Yayasan As-Sunnah Lombok.
a.n. Kuasa Hukum Yayasan As-Sunnah Lombok
LBH ASSUNNAH INDEPENDENT MANDIRI
Mu’adz Masyhadi, S.H.
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: redaksikabaran@gmail.com. Terima kasih.