Pengutang
Aku rela jadi mentari
yang membakar nelangsa
jika malam terbit nanti.
Mengutangi
Kuberikan setengah hati
serupa laguna di jantung sahara
untuk kau yang tak berperigi.
Melupakan Hutang
Tetapi kau pergi
kemudian kau pacari
tanah-tanah urban
Saat kembali nanti
lubang di dalam batin
telah menjadi tirani.
Menagih Hutang
Akulah musafir
aku hanya ingin menyembahkan diri
meski telah kehilangan zikir
Kau jadi petapa tua
tak terjamah jemariku
sampai kau lingsir di laut usia.
Membayar Hutang
Telah kau ciptakan bagiku
ombak—badai membawaku
kepada gulita di kedalaman
tiada tongkat Musa
bagi diri yang berlumur dosa.
Istriku, Lestari
Aku hanya ingin ada di hatimu
laiknya kau yang selalu
menari mengenakan beludru
Tak perlu kau bawakan aku
sepasang gunung
atau belukar yang membawaku
terus berada pada sumur yang berkapita
Lestari,
aku ingin kau mengingatku.
Monokrom Lestari
Tubuh kita berangsur gulita
Kisah yang misteri
di antara aku denganmu,
manakah yang akan bersua Tuhan lebih dulu?
Salju-salju di kepalaku
telah ambruk sejak kau pinang langit biru
bahkan dunia setelahnya
Dalam liang yang riuh akan tanya
merasakan dinginnya dan karib kepada cacing-belatung
dan nanah-darahmu sendiri,
akan kutasbihkan namamu
Tiada kekasih lain bagiku
bahkan setelah tujuh langkah pengantar
ukiran namamu di hatiku
tetap, tak akan pudar.
Biodata : Aris Setiyanto lahir 12 Juni 1996. Tinggal di
Temanggung, Jawa Tengah. Buku puisinya, Lelaki yang Bernyanyi Ketika Pesawat
Melintas (2020) dan Ketika Angin Berhembus (2021).