Foto : By Pixabay
Kabaran Hukum, - Perkawinan merupakan suatu hak asasi yang dimiliki semua orang hal ini diatur dalam Pasal 10 ayat UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Berbunyi setiap orang berhak untuk membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui melalui perkawinan yang sah.
Kemudian dilihat dari Pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu.
Di Indonesia ada aturan-aturan yang melarang nikah berbeda agama, padahal akhir-akhir ini maraknya persoalan nikah berbeda agama. Secara konsep hukum Islam diatur dalam Pasal 40 huruf c Dan Pasal 44 KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang singkatnya menyatakan bahwa seorang wanita islam tidak boleh menikah dengan pria yang bukan Islam dan hal ini juga sebaliknya kepada pria dan wanita bukan Islam.
Dalam fokus KHI sendiri bahwa larangan menikah ada diketentuan tersebut, begitu juga dengan hukum nasional di Indonesia diluar konteks KHI yang juga UU Perkawinan Melarang nikah berbeda agama.
Surat Edaran dari Mahkamah Agung tanggal 30 Januari 2019 No.231/PAN/HK.05/1/2019 poin 2 menyatakan bahwa Perkawinan beda agama tidak diakui oleh negara dan tidak dapat dicatatkan. Akan tetapi, jika perkawinan tersebut dilaksanakan berdasarkan agama salah satu pasangan dan pasangan yang lain menundukkan diri kepada agama pasangannya, maka perkawinan tersebut dapat dicatatkan. Misalnya, jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Kristen maka dicatatkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, begitu pula jika perkawinan dilaksanakan berdasarkan agama Islam maka perkawinan pasangan tersebut dicatatkan di Kantor Urusan Agama
Mengenai hal tersebut secara mutlak dilarang oleh negara untuk nikah berbeda agama, kecuali salah satu pihak masuk ke agama pihak lain dan menjadi satu agama.
Kami juga mengkritik adanya Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby Yang dalam putusannya menyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan
tersebut diatas, maka Hakim dapat memberikan izin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan antara Pemohon I yang beragama Islam dengan Pemohon II yang beragama Kristen dihadapan Pejabat pada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya, dan oleh karena itu Permohonan Para Pemohon secara hukum beralasan dikabulkan
Hal ini menjadikan tumpang tindih hukum di Indonesia dan sangat perlu diberikan upaya hukum lain untuk membahas persoalan putusan tersebut
Penulis : Mukhlis Al-anam, SH, C.LSc