Kabaran Opini,- Saat ini harga cabai merah mengalami kenaikan tajam khususnya di Aceh saat ini menyentuh harga Rp. 200rb /kg. Seolah harga cabai sedang mengamuk!
Apa yang terjadi dilapangan sangat berbeda dengan informasi yang disampaikan di SP2KP yang di akses melalui alamat ews.kemendag.go.id.
Dimana kemendag menginformasikan bahwa harga cabe per tanggal 13 Juli 2022 di Aceh berada di level Rp. 110ribu, di Jakarta Rp. 113ribu, di Jawa Barat Rp. 119..262, di Jawa Tengah Rp. 77.250, Jawa Timur Rp. 87.638.
Kenaikan ini sudah terjadi sejak bulan lalu dimana Kementan sudah mengambil tindakan namun belum memadai.
Tepatnya pada tanggal 13 Juni 2022 Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Tommy Nugraha mengidentifikasi, salah satu penyebab mengapa harga cabai naik adalah akibat curah hujan yang tinggi sehingga membuat para petani harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli pupuk hingga obat-obatan agar cabai tidak terserang hama dan jamur.
Pada saat itu Kementan berupaya untuk meningkatkan produksi agar harga turun dengan cara melakukan penyemprotan hama penyakit di sentra produksi cabai.
Dan untuk ketersediaan stok dilakukan strategi dengan cara mengirim stok cabai dari daerah yang surplus ke daerah yang minus.
Melihat kondisi kenaikan harga Cabai sekarang ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah yang sudah dilakukan belum maksimal sehingga harga-harga tidak turun bahkan naik lebih tajam.
Tentunya ini sangat merugikan bagi masyarakat yang daya belinya belum juga normal akibat pandemi.
Dalam hal ini tentunya ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah untuk bisa meredam lonjakan harga tersebut.
Berikut tiga solusi untuk mengatasi kenaikan harga cabai.
Pertama, Kementan perlu memiliki database ketersediaan bahan pangan yang terpercaya.
Database kementan seringkali bias. Data Juni 2022 tercatat cabai masih mengalami surplus secara nasional namun kenaikan harga terjadi merata diseluruh propinsi.
Kedua, pemerintah harus berfikir komprehensif dalam urusan tata niaga cabai dan bahan pokok lainnya. Ini bukan persoalan pasokan semata, namun persoalan distribusi, perilaku para spekulan dan ketercukupa. persediaan nasional.
Indonesia membutuhka badan pangan nasional (BPN) yang lebih aktif. Saat ini BPN terkesan pasif, belum memadai melakukan pengawasan ketersediaan bahan pangan di pasar secara detail.
Ketiga, memberikan solusi jangka pendek melalu penyelenggaraan operasi pasar terbuka di lokasi yang harga cabai tidak terkendali dengan sumber pasokan cabai dari daerah pemasok yang diketahui memiliki suplus Seperti di Sumendang, Nganjuk, Demak, dan Probolinggo dimana daerah ini dilaporkan mengalami surplus cabai.
Oleh Achmad Nur Hidayat (Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute dan Kepala Studi Ekonomi Politik UPN Veteran Jakarta)