Kabaran Opini,- Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa (Pasal 1 undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)
Ikatan lahir batin dapat diartikan bahwa ikatan dimana perkawinan adalah sebuah perjanjian yang didasari dari sisi lahiriah dan batiniah. Kemudian pada Pasal 3 kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 3
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Akhir-akhir ini sering terjadi sengketa perkawinan yang dapat dimaksudkan bahwa perceraian, baik itu sengketa cerai gugat atau cerai talak.
Yang dimaksud dengan cerai talak adalah perceraian yang diajukan oleh suami. Sementara gugatan perceraian yang diajukan oleh istri disebut cerai gugat.
Maka dari hal demikian Menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian mencapai 447.743 kasus pada 2021. Faktor perceraian seperti : Ekonomi, tindakan pasangan yang tidak cocok, dan lain-lain.
Perjanjian pranikah menjadi solusi jika dalam hal perkawinan terjadi adanya sengketa, sehingga tidak mempersulit kedua belah pihak dikemudian hari. Perjanjian dapat dibuat baik sebelum perkawinan dilangsungkan (prenuptial agreement) maupun selama dalam ikatan perkawinan (postnuptial agreement).
Perjanjian pranikah dapat mengatur :
1. Pembagian Harta Bersama
2. Hak Asuh Anak
3. Utang Piutang
4. Hal-hal lain yang dianggap penting
5. Perjanjian Pranikah tidak boleh melanggar kesusilaan dan hukum Islam
Dari poin-poin yang disebutkan diatas, bahwa kedua belah pihak juga dapat mengatur sanksi antara kedua belah pihak melanggar perjanjian pranikah.
Perjanjian adalah kebebasan berkontrak (freedom of contract) sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata, yang mengatur:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”; Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. mengadakan perjanjian dengan siapapun;
c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, serta;
d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan;
Adapun syarat sahnya Perjanjian Pranikah diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut ; Pertama, Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya; Kedua, Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan; Ketiga, Suatu hal tertentu; dan Keempat, Suatu sebab (causa) yang halal.
Bahwa secara dasar hukum perjanjian pranikah telah diatur dalam Pasal 29 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Putusan
Nomor 69/PUU-XIII/2015, Kompilasi Hukum Islam yang juga mengenal adanya istilah Taklit Talak diatur pada Pasal 45 KHI bahwa kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk : Taklik talak. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Berdasarkan putusan MK dan KHI tersebut, maka perjanjian pra nikah ini boleh untuk dilaksanakan. Tetapi tidak diwajibkan bagi setiap pasangan yang ingin menikah untuk membuatnya. Namun, dari pandangan penulis sendiri, perjanjian ini perlu untuk dibuat. Hal ini demi menjamin kepentingan masing masing pihak selama dan pasca pernihakan itu sendiri.
Penulis : Mukhlis Al-anam, S.H. dan Sabrena Sukma, S. H.