Kabaran Jakarta, - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, umat Islam saat ini membutuhkan satu model pendekatan baru untuk meneladani Nabi Muhammad SAW dalam situasi dan kondisi krisis seperti sekarang.
Sebab, Umat Islam seharusnya tidak hanya sekedar takzim atau mengagumi Rasulullah SAW saja, tetapi juga harus meneladani lebih jauh apa yang telah diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW.
"Kita mengaguminya dan kita begitu mencintainya, tetapi kok susah betul masyarakat kita meneladani Beliau. Sehingga kita membutuhkan satu model pendekatan baru, bukan karena takzim saja," kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk 'Teladan Nabi Muhammad SAW, Pemimpin Teragung Sepanjang Zaman, Rabu (12/10/2022) sore.
Pendekatan baru itu, menurut Anis Matta, adalah dengan mencari persamaan situasi krisis yang dihadapi Nabi Muhammad SAW ketika itu, dengan situasi krisis yang dihadapi umat Islam sekarang.
"Sebagai pemimpin dunia, Beliau telah mengajarkan bagaimana cara melewati dan menyelesaikan krisis, tidak hanya krisis ekonomi, tapi juga krisis militer dan krisis geopolitik," katanya.
Dengan konteks mencari persamaan itu, maka Umat Islam dapat keluar dari krisis, sekaligus juga meneladani perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin teragung sepanjang zaman.
Sedangkan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, keteladanan Nabi Muhammad SAW yang bisa diteladani adalah keberhasilan dalam membangun peradaban dunia saat ini.
"Rasulullah SAW berhasil mengangkat para sahabat sebagai penebar peradaban ke berbagai dunia saat ini, karena fokus pada pendidikannya. Pendidikan itu, fondasi membangun negara," kata Muhyidin.
Ketika itu, Nabi Muhammad SAW lanjutnya, fokus membangun kepemimpinan melalui dunia pendidikan yang integratif, dengan menggabungkan pengetahuan agama dan pengetahuan umum.
"Pendidikan integratif ini sekarang dikenal sebagai pesantren atau boarding school. Boarding school itu, pesantren yang dimodifikasi. Terbukti yang sekolah di boarding school banyak diterima di universitas bergengsi di dalam dan luar negeri," katanya.
Muhyidin lantas mengungkapkan, bahwa sistem boarding school juga telah diadopsi universitas terkemuka di dunia, yakni Universitas Oxford Inggris dan Universitas Harvard Amerika Serikat.
"Karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, lembaga pendidikan di Indonesia perlu mengikuti jejak dua universitas terhebat di dunia itu," katanya.
Wakil Ketua MUI berharap masyarakat tidak lagi memperdebatkan soal sistem pendidikan pesantren atau boarding school dengan sistem pendidikan umum.
"Kita ingin membangun manusia, membangun sebuah peradaban umat yang memiliki tingkat kecerdasaan seperti para sahabat Rasulullah SAW dulu," tegasnya.
*Membaca peluang krisis*
Sementara itu, Ketua Ulama dan Da'i Asia Tenggara KH. Muhammad Zaitun Rasmin berpandangan, bahwa keteladanan yang bisa diambil dari Nabi Muhammad SAW, adalah kemampuan sebagai pemimpin yang bisa membaca krisis sebagai peluang.
"Kemampuan Beliau sebagai pemimpin di tengah-tengah krisis, adalah melihat peluang lain karena fokus pada target-target umat Islam. Ini berhasil, dan ini bisa menjadi pelajaran buat kita, bagaimana kita meningkatkan diri untuk mampu membaca setiap peluang," kata Zaitun Rasmin.
"Di dalam menghadapi krisis ini, kita harus mengembangkan kualitas diri dengan maksimum, sehingga kita menemukan jalan terbaik atau solusi dalam menghadapi krisis," sambungnya.
Cendikiawan Muda Islam Muhammad Elvandi menambahkan, bahwa pelajaran keteladanan yang bisa diambi dari Nabi Muhammad SAW adalah fokus dalam mengubah generasi yang begitu cepatnya dengan tujuan membangun peradaban Islam.
"Begitu cepatnya ketika Beliau mentransformasikan generasi menjadi sumber daya yang berkualitas, sehingga mampu membangun peradaban. Ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua," kata Elvandi.
Elvandi berharap kualitas pemimpin Indonesia masa depan bisa seperti kejayaan generasi pada masa peradaban Islam. Dimana seorang pemimpin harus memiliki gagasan besar, sehingga bisa membangun peradaban baru.
"Selain itu, pemimpin juga harus bisa menyatukan, merekatkan semua dan membawa kedamaian, bukan pemimpin yang membuat provokasi-provokasi. Pemimpin harus bisa memberikan edukasi politik dan literasi kepada masyarakat," kata Elvani yang juga Wakil Ketua Bidang Narasi DPN Partai Gelora ini.