Kabaran Pekanbaru, - Setelah sempat tertunda, sidang Tipikor terdakwa dr Misri di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat (30/9/2022) kembali dilanjutkan.
Sidang digelar secara online di Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru, menghadirkan terdakwa dr Misri sementara majelis hakim, jaksa penuntut umum, dan penasehat hukum berada di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dipersidangan Jumat (30/9/2022), dalam keterangannya, terdakwa dr Misri, menjelaskan kepada majelis hakim, bahwa pada sidang sebelumnya, Senin (12/9/2022), Prof DR H Elwi Danil SH MH, telah menjelaskankan dipersidangan Pendapat Hukum (Legal Opini) terhadap perkara yang tengah dihadapi terdakwa dr Misri saat ini.
Keterangan Prof DR H Elwi Danil SH MH itu, jelas dr Misri, dapat disimak semua pihak yang menyaksikan sidang, bahwa dalam perkara ini, dakwaan JPU terdapat indikator yang bersinggungan dengan Nebis in idem.
Alasannya, karena memiliki Karakteristik, jenis, dan sifat yang sama dengan kasus sebelumnya, kedua perbuatan memiliki objek yang sama. Seharusnya penempatan kedua perbuatan dalam satu dakwaan dan tuntutan.
"Seharusnya kasus saat ini diintegerasikan dengan kasus sebelumnya, guna untuk menghindari penuntutan dua kali terhadap perbuatan yang sama sifatnya, karateristik, dan jenisnya, karena telah dituntut dalam perkara sebelumnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 76 ayat (1) KUHP, seseorang tidak boleh dituntut dua kali," terang dr Misri.
Apalagi kasus kegiatan rapid test antibody Bawaslu telah divonis pada putusan PN Nomor: 52/Pid.Sus-TPK/2021/PN Pbr, tanggal 15 Maret 2021 lalu. Tapi pada perkara sekarang muncul lagi dakwaan yang sama, yakni masih Kegiatan Rapid Test Bawaslu. Artinya JPU tidak konsisten dalam menerapkan Hukum pada terdakwa, kata dr Misri.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Effendi SH MH, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti Sri Mulyani Anom SH, dan Jenti Siburian SH. Dimulai pukul 10.00 wib hingga pukul 11.30 wib.
Seperti biasa, sidang digelar secara Online, tapi Penasehat Hukum terdakwa Emi Afrijon SH & Patners, JPU, dan Majelis Hakim berada di ruang Sidang PN jalan Teratai Pekanbaru, sementara terdakwa tetap berada di Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru.
Analisa penasehat hukum terdakwa dr Misri, pemeriksaan terhadap terdakwa dr Misri, mulai menemui titik terang, sejak awal sudah nampak kejanggalan-kejanggalan perkara ini dalam persidangan sebelumnya, diantaranya; diduga kuat Marisa telah berbohong saat memberikan kesaksian di depan pengadilan, padahal dia sendiri disumpah.
Buktinya Marisa berbohong, ternyata dr Misri mempunyai bukti Faktur Pembelian, bahwa PT AJB benar-benar membeli Rapid Antibody (Merck Whole Power) yang dijual pada KPU Meranti, melalui Klinik Hang Hang Tuah pada akhir bulan Agustus 2020.
PT AJB telah mengakui, bahwa Proses Pengadaan Rapid KPU dilaksanakan setelah hasil Review BPKP keluar. Hasil Review BPKP keluar pada tanggal 14 September 2020. Direktur PT AJB Tafdhil Abrar memngakui dan telah berjumpa dengan dr Misri di Rutan Pekanbaru, Kamis tanggal 25 Agustus 2022.
"Direktur PT AJB mengakui dan menjelaskan, bahwa perjanjian kontrak pengadaan rapid test KPU Meranti dibuat pada bulan Juli 2020, hanya untuk kepentingan KPU Meranti saja," kata dr Misri menjelaskan dipersidangan Jumat (30/9/2022).
Menurut dr Misri lagi, kesaksian dr Antonius juga bohong. Bohongnya kesaksian dr Antonius dalam memberikan keterangan, bahwa tidak ada menerima pengembalian rapid antibody KPU dan Bawaslu pada bulan November 2020, yang menerima rapid tersebut adalah Widya Hartila di kantor IF.
"Makanya kepada Widya Hartila rapid tersebut itu diserahkan, karena pada saat itu dr Antonius sedang cuti. Akhirnya rapid antibody tersebut dikembalikan lagi ke Kantor Dinkes, melalui Ishardi SKM selaku pengurus barang," katanya melanjutkan.
Kejanggalan yang paling parah, jelas dr Misri, adalah hasil audit Hendri SKM, Inspektorat Daerah Meranti. Audit yang dilakukan Hendri SKM dengan menggunakan data tidak lengkap, data tidak akurat, dan tidak valid, serta informasi yang tidak valid, sehingga hasil auditnya diragukan kebenarannya.
Juga dijelaskan terdakwa dr Misri, bahwa pelaksana rapid test KPU dan Bawaslu bukan hanya berasal dari 10 UPT Puskesmas, tetapi ada dari tim medis ruang isolasi BLK (Tim dr Nurul Ayu Pratiwi). dr Nurul telah melakukan pemeriksaan rapid terhadap anggota KPU dan Bawaslu sebanyak 630 orang. Terdiri dari 410 orang pada pemeriksaan pertama dan 220 orang pada pemeriksaan kedua.
Pada pemeriksaan kedua ini adalah pemeriksaan rapid test antibody petugas KPU dan Bawaslu yang tidak datang ke UPT Puskesmas, akhirnya diperiksa di kantor Dinkes Meranti, sesuai dengan kesaksian Ishardi SKM pada sebelumnya.
"Untuk Jasa Pemeriksaannya dr Nurul dan anggota tim telah menerima sepenuhnya. Dibuktikan pada BAP dr Nurul pada kasus pertama dan kesaksiannya saat dipersidangan. Bahkan Ahli Hendri SKM memasukan rapid test antibody yang disita Jaksa Penuntut Umum sebanyak 1.680 pcs sebagai kerugian negara, seharusnya barang sitaan yang masih bernilai ekonomis tidak dapat dijadikan kerugian negara, ujar Prof Dr Elwi Danil SH MH sebelumnya," terang dr Misri.
Akibat Data yang digunakan Hendri SKM tidak lengkap, tidak valid, dan tidak akurat, serta informasi yang tidak valid, maka hasil auditnya dapat diabaikan. Dari kebohongan Marisa dan hasil audit Hendri SKM inilah dr Misri dijadikan sebagai tersangka pada kasus kedua ini.
Dijelaskan dr Misri, jasa sarana prasarana dibelikan untuk membeli Alat Pelindung Diri (APD), jasa pemeriksaan rapid test yang belum dibayarkan, digunakan untuk menalangi biaya biaya kegiatan PSST Desa Bandul yang tidak cukup. Kemudian jasa kegiatan PSBM Desa Tanjung Peranap yang tidak cair sama sekali, dan Renovasi Klinik Polres Meranti yang akan digunakan untuk Ruang isolasi Covid-19.
Malah sampai uang pribadi dr Misri banyak terpakai untuk menalangi pencegahan wabah Covid-19 ini, ujar dr Misri dengan nada sedih.
“Saya ini adalah korban terhadap situasi darurat kesehatan masyarakat, upaya untuk menyelamatkan masyarakat Kepulauan Meranti dari wabah Covid-19. Malah saya pula yang ditangkap dan ditahan aparat penegak hukum dengan tuduhan yang tidak jelas sama sekali,” terang dr Misri.
Jelas dr Misri, uang dia terpakai ratusan juta rupiah, padahal ia hanya menjalankan kebijakan pimpinan (Bupati Meranti, saat itu Drs H Irwan M Si). Penalangan dana kegiatan PSST Desa Bandul dan PSBM Desa Tanjung Peranap, itu dilakukan setelah dilaksanakan rapat internal Dinkes dan bersurat pada Bupati Kepulauan Meranti saat itu.
Selanjutnya Bupati membuat disposisi kepada Inspektorat Daerah, agar dicarikan solusi untuk memenuhi pembiayaan. Makanya dr Misri, katanya, berani menalangi kebutuhan itu terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan dana jasa pemeriksaan rapid test.
Sampai hari ini masih ada hutang kegiatan PSBM Desa Tanjung Peranap yang belum terbayarkan. Yang terjadi justeru kerugian dr Misri sendiri. “Lantas siapa yang harus bertanggung jawab atas kerugian saya ini”, papar dr Misri.
Negara telah menjamin bahwa Penyelenggara Negara tidak dapat dituntut secara perdata dan pidana terhadap upaya pencegahan wabah Covid-19, sepanjang penyelenggara negara mempunyai itikat yang baik, demikian bunyi pasal 27 Undang undang Nomor: 2 tahun 2020, sesuai dengan legal opini Prof DR H Elwi Danil SH MH saat bersaksi pada sidang sebelumnya.
“Jadi sekarang dimana letak kesalahan yang saya buat”, ujar dr Misri, mempertanyakan penuh keheranan.
Saat JPU Srimulyani Anom SH menghimbau terdakwa dr Misri membayar kerugian Negara sesuai hasil audit Ahli Hendri SKM, dari Inspektorat Daerah Kepulauan Meranti sebelum dibuat tuntutan terhadap terdakwa, maka terdakwa dengan tegas mengatakan, saya tidak berniat membayarnya karena audit dibuat berdasarkan data yang tidak valid, data tidak kengkap, data tidak akurat, dan informasi yang tidak benar.
“Saya menolok seluruh hasil audit tersebut, malah fakta sebenarnya justru uang saya yang terpakai untuk negara, karena itu saya minta keadilan pada Yang Mulia Majelis Hakim, agar semua uang saya yang terpakai demi menyelamatkan warga Meranti dari wabah penularan Covid-19 agar diganti oleh Negara melalui sidang putusan ini nantinya," ujar dr Misri dengan Semangat dan Penuh harap.
Menyimak keterangan terdakwa dr Misri dalam persidangan, Penasehat Hukum terdakwa, Kantor Hukum Emi Afrijon,SH & Partners, ditanggapi langsung Emi Afrijon SH, bahwa ia mempunyai pendapat yang sama dengan terdakwa dan minta terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan JPU, pungkasnya.
Sumber: Marapi post