Kabaran Jakarta, - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia kembali bekerja sama dengan Lembaga Riset Digital Cakradata memotret perbincangan hangat masyarakat di dunia maya mengenai adu pesona bakal calon presiden (bacapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dalam program yang diberi nama Petamaya ini, Partai Gelora mencoba membicarakan materi bacapres pada episode kedua, karena akan cenderung panas hingga Pebruari 2024.
"Soal bacapres ini, kita tidak hanya membicarakan tentang popularitasnya saja, tetapi juga tangkapan digital diantara tiga kandidat yang terus ramai diperbicangkan di dunia maya," kata Endy Kurniawan, Ketua Bidang Rekruitmen Anggota DPN Partai Gelora, Minggu (2/7/2023).
Menurut Endy, Partai Gelora tidak sedang menghakimi dalam riset digital ini, namun ingin menghadirkan fakta-fakta di lapangan secara positif maupun negatif diantara para kandidat bacapres.
"Kita ketahui sekarang sudah ada tiga bacapres, ada Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Jadi kita tidak sedang menghakimi, tetapi mungkin kenyataan riset di lapangan yang kita sampaikan. Mungkin berbeda sebaliknya dengan lembaga survei," katanya.
Fakta-fakta tersebut, kata bakal calon legislatif (bacaleg) daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur IV Jember-Lumajang ini, akan dijelaskan secara detil oleh Head of Lembaga Riset Digital Cakradata Muhammad Nurdiansyah dalam riset yang dilakukan pekan lalu.
"Apakah yang kita tangkap di dunia digital ini, bisa jadi sejalan atau tidak sejalan dengan lembaga survei. Ini yang kita kupas tuntas dalam Gelora Petamaya episode kedua ini," ujarnya.
Head of Lembaga Riset Digital Cakradata Muhammad Nurdiansyah mengatakan, topik bacapres di dunia maya akan terus ramai diperbincangkan hingga 2024. "Disini kita membedah peta dukungan bacapres di dunia masa." kata Muhammad Nurdiansyah.
Dadan sapaan akrab Muhammad Nurdiansyah mengungkapkan, pengambilan sample dilakukan pada 16-23 Juni 2023. Kemudian media monitoringya dilakukan secara fleksibel terhadap tren percakapan dan prosentase popularity digital.
"KIta menyebutnya popularity digital, karena berdasarkan perbicangan warganet didominasi ketiga nama capres yang sudah ada," katanya.
Ganjar Pranowo, presentase perbincangan popularity digitalnya sebesar 45 % . Lalu, Anies Baswedan sebesar 27 % dan Prabowo Subianto sebesar 28 %. Prosentase popularity digital tersebut, merupakan perbincangan positif maupun negatif.
"Kalau kita komparasikan total percakapannya Ganjar Pranowo lebih unggul 76.000 percakapan. Anies Baswedan 44.625 percakapan dan Prabowo Subianto sebanyak 70.367 percakapan," ungkpnya.
Sementara menyangkut sentimen perbincangan di dunia maya. Sentimen positif terhadap Ganjar Pranowo sebesar 77 %, negatifnya 18 % dan sisanya sintemen netral.
Sedangkan Anies Baswedan, positifnya mencapai 53 %, tetapi entimen negatifnya juga besar mencapai 40 % dan sisanya sentimen netral. Lalu, Prabowo Subianto sentimen negatifnya 20 persen, dan positifnya 74 %, serta sisanya sentimen netral.
"Tetapi ada yang menarik di sini, meskipun Ganjar dan Prabowo lebih unggul, tetapi justru total engagement-nya Anies Baswedan lebih tinggi mencapai 947.000. Kalau Ganjar hanya 831.000-an dan Prabowo hanya sekitar 600-540 ribuan. Hal itu dinyatakan dengan interaksi oleh akun-akun yang memperbincangkan Pak Anies dan memiliki followers yang tinggi," paparnya.
Dalam riset ini, kata Dadan, juga dibicarakan soal dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. "Di kalangan warganet, keduanya punya potensi besar. Apalagi dari hasil-hasil survei, Pak Prabowo menyalip Pak Ganjar dan Pak Anies," katanya.
Sementera soal beredarnya foto Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan yang tengah menjalankan ibadah haji ditemani oleh pasangan masing-masing, setidaknya dapat menurunkan tensi ketegangan antara pendukung Ganjar dan Anies.
"Foto ini memang menimbulkan pro kontra dari kalangan warganet, tetapi perang opini dan ujaran kebencian antara pendukung Ganjar dan Anies, setelah kita analisa justru memberikan dampak positif. Anies selama dianggap pendukung politik identitas oleh pendukung Ganjar, dengan foto bareng tensinya agak mereda," katanya.
Sedangkan kebersamaan Prabowo dan Jokowi yang menujukkan tren positif, justru tidak sukai oleh pendukung Prabowo pada Pilpres 2014-2019 lalu. Fitnah terhadap Jokowi oleh pendukung Prabowo pada Pilpres 2014-2019 lalu, kembali dimunculkan bahwa Prabowo tidak suka Jokowi sebenarnya.
"Fitnah dini juga dibumbuhi konten kreator secara kreatif, kalau Prabowo beli alutsista usang dari Qatar. Dan warganet menganggap Prabowo itu figur militer yang kelam ketika masih aktif. Isu ini mulai digoreng, tetapi analisisa isu negatif itu, ternyata tidak mempengaruhi tren positif Prabowo," katanya.
Dari paparan Lembaga Riset Digital Cakradata, itu kata Endy Kurniawan, maka para sobat Gelora maupun para warganet, sebenarnya sudah bisa menentukan arah dukungan kepada capresnya, atau paling tidak dapat melihat siapa bacapres yang lebih bagus perfomance-nya aktivitas digitalnya dari ketiga bacapres.
"Tapi jangan lupa, start untuk bacapres ini juga belum mulai. Ini baru fase-fase pemanasan atau warming up. Kita tidak tahu, apakah nanti ada tiga capres, bisa jadi dua capres, atau bertambah jadi empat capres. Kita akan melihat nanti kita kesana, tapi isu ini akan kita perdalam pekan depan," pungkas Endy Kurniawan.