Kabaran Jakarta, - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan situasi geopolitik yang tengah berlangsung harus menjadi perhatian anak muda karena akan mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia, khususnya dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang akan datang.
"Banyak peristiwa penting di Indonesia terjadi akibat dinamika geopolitik global. Sekarang dunia dalam situasi yang kacau dan itu dapat mempengaruhi Pemilu 2024," kata Anis Matta dalam Seruni Talks yang diadakan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia di Depok, Selasa (10/10/2023). Diskusi daring tersebut mengambil topik "Pemilu 2024 dan Tantangan Geopolitik Global".
Anis Matta menambahkan, perang antara Hamas dan Israel di Palestina akan menjadi trigger atau pemicu konflik baru yang bisa meluas sampai ke kawasan Indo Pasifik. Salah satunya dalam isu Laut Cina Selatan.
"Saya kira setelah Eropa, Afrika dan Timur Tengah, perang kawasan akan berpindah ke Indo Pasifik. Indo Pasifik akan menjadi zona api baru dan negara di Asia Tenggara yang akan masuk zona konflik adalah Filipina dan Vietnam. Kedua negara ini bisa menjadi medan tempur baru selanjutnya, terutama karena Filipina adalah sekutu lama Amerika Serikat,” kata Anis Matta.
"Nah, kalau Vietnam ini banyak pabrik-pabrik Amerika yang direlokasi ke Vietnam. Vietnam ini dapat jatah kue paling banyak dari Amerika. Sehingga cepat atau lambat akan terseret dalam konflik," ujar Anis Matta.
Karena itu, kawasan Indo Pasifik akan menjadi kawasan panas ke depannya. Di kawasan Indo Pasifik ini, akan terjadi perang Supremasi antara Amerika yang didukung Aliansi Timur melawan Tiongkok
Aliansi Timur ini terdiri dari Amerika, Jepang, Korea Selatan, Australia dan India ditambah Taiwan. Saat ini, lanjutnya, Amerika mengirimkan senjata besar-besaran ke Taiwan untuk memperkuat pengaruhanya
"Karena itu, Pemilu Taiwan pada bulan Januari 2024 itu, akan menentukan kekuatan Amerika di kawasan ini, apakah calon yang didukungnya menang atau tidak. Kalau kalah, pengaruh Amerika akan berkurang di kawasan ini dan kecil kemungkinan terseret perang. Makanya Pemilu Taiwan menjadi simbolik bagi kekuatan Amerika dan China di kawasan ini," paparnya.
Sementara terkait posisi Indonesia, kata Anis Matta, relatif aman dan baik dalam perang supremasi ini. Dimana Amerika dan Tiongkok tidak punya kepentingan untuk menyeret Indonesia terlibat dalam konflik ini. Amerika dan Tiongkok menginginkan Indonesia tetap damai.
"Secara geopolitik, Indonesia tidak akan menjadi medan tempur atau battleground. Karena Indonesia dianggap sebagai kawasan netral, dan capres-capres kita juga memberikan gestur netral," katanya.
Apalagi, kata Anis Matta, konstitusi juga mengamanatkan Indonesia untuk ikut serta menjaga perdamaian dunia, dan bersikap netral, terlibat dukung mendukung blok koalisi kekuatan tertentu, serta dikenal sebagai pendiri gerakan nonblok.
Kendati begitu Anis Matta mengingatkan, bahwa kepentingan Indonesia dalam konteks geopolitik ke depan akan ditentukan dalam Pilpres 2024 mendatang.
Presiden terpilih di 2024 harus memahami dan mengerti betul mengenai geopolitik. Jika tidak memahami, Indonesia yang saat ini hanya menjadi playground, bisa menjadi battleground atau medan tempur baru.
"Siapapun Presidennya nanti, apakah itu Pak Prabowo (Prabowo Subianto), Pak Ganjar (Ganjar Pranowo) atau Pak Anies (Anies Baswedan) akan mempunyai beban berat setelah memenangi Pemilu. Tantangannya jauh lebih berat, karena ekskalasi geopolitik akan jauh lebih besar," jelasnya.
Anis Matta menegaskan, eskalasi tantangan geopolitik akan jauh lebih besar terjadi pada kurun waktu tahun 2024-2027. Jika salah kelola, maka situasi di tanah air bisa menjadi tidak terkendali atau tidak terkontrol.
"Jadi di tahun antara 2024-2027 ini akan menjadi konflik geopolitik yang krusial. Nanti tiba-tiba akan ada kenaikan harga pangan dan energi. Sekarang ini kepuasan terhadap pemerintah masih terjaga, inflasi masih terkontrol. Tetapi jika ada situasi tak terduga bisa berubah drastis," katanya.
Ketua Umum Partai Gelora ini menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekarang relatif berhasil mengelola dampak perang kawasan, dan berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Inflasi terjaga, harga pangan dan energi juga bisa dikendalikan.
"Jadi ke depan selain butuh Presiden yang memahami geopolitik. Kita juga perlu lebih banyak ahli-ahli ekonomi yang mengerti dengan baik situasi perang dan bisa mengelola ekonomi dalam situasi krisis," katanya.
Artinya, Presiden di 2024 perlu didukung Menteri Ekonomi perang yang memahami ekonomi, demikian juga dengan gubernur bank sentralnya. Sehingga figur-figur yang memiliki kepakaran dan geopolitik, perang, sejarah dunia dan ekonomi perang perlu diperbanyak.
"Coba anda bayangkan seperti Gubernur Bank Rusia, yang kena sanksi di mana-mana bisa bertahan, termasuk juga dengan Iran yang sudah di sanksi barat setengah abad bisa survive, ekonominya maju, teknologinya juga maju. Coba bayangkan kalau Indonesia dalam situasi seperti itu," katanya.
Dalam tiga tahun ke depan, menurut Anis Matta, akan menjadi tantangan terbesar bagi Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai Superpower baru. Generasi sekarang bisa menjadi generasi sandwich, jika tidak berhasil dalam tiga tahun mendatang.
"Karena itu, harapan terbesar saya, kampus harus melahirkan banyak pemikir pemikir gila dalam pengertian sangat eksploratif dan komplikatif. Konflik geopolitik ke depan itu akan merombak bangunan pemikiran yang selama ini kita pelajari di kampus. Dengan kemampuan eksplorasi secara intelektual, maka kita akan lebih banyak belajar di lapangan dan menemukan ide -ide dalam menavigasi Indonesia ke depan," pungkasnya.