Mantan Ketua MK: Setiap Pemilu Selalu Riuh dan Selalu Ada Tuduhan Kecurangan |
Kabaran Jakarta, - Capres 03, Ganjar Pranowo, menegaskan bahwa usulan hak angket DPR terkait Pemilu 2024 bukanlah gertakan, seperti yang dinyatakan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Jimly Asshiddiqie, pada Rabu (21/2/2024).
Ganjar menjelaskan bahwa usulan hak angket DPR terkait Pemilu 2024 didasarkan pada dua alasan utama.
"Pertama, adanya kegagalan atau error dalam sistem tabulasi penghitungan suara Sirekap. Kedua, terdapat dugaan kecurangan selama proses Pemilu 2024 di lapangan," ujar Ganjar.
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu menyatakan bahwa usulan tersebut merupakan keputusan PDIP yang sudah melalui proses serius dan telah disampaikan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, serta diketahui oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang juga kader PDIP.
Ganjar menambahkan bahwa keseriusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam mengajukan hak angket juga telah dibicarakan dalam pertemuan koordinasi pasca pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
Selain itu, Ganjar menegaskan bahwa media salah menafsirkan pernyataan Mahfud MD, cawapres 03, yang terkesan menolak atau tidak mendukung pengajuan hak angket di DPR. Menurut Ganjar, hal tersebut merupakan kesalahpahaman.
Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa usulan hak angket terkait dugaan kecurangan Pilpres 2024 tidak memiliki cukup waktu untuk direalisasikan. Menurutnya, usulan hak angket hanya merupakan gertak politik semata.
"Hak angket itu merupakan hak, tetapi dalam situasi ini, kita hanya memiliki 8 bulan waktu, yang mana tidak cukup. Ini hanya merupakan gertakan politik semata," ujar Jimly usai rapat pimpinan Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Gedung MUI, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (21/2/2024).
Dia menambahkan bahwa tuduhan kecurangan selalu muncul dalam setiap pemilu sejak tahun 2004. Menurutnya, kecurangan tersebut tidak hanya merugikan satu pasangan calon, tetapi terjadi di berbagai pihak.
"Setiap pemilu sejak 2004 selalu riuh dan selalu ada tuduhan kecurangan. Namun, kecurangan tersebut tidak dapat dianggap terstruktur secara langsung. Ini lebih merupakan kreativitas lokal sektoral. Buktinya, banyak kasus yang merugikan semua pasangan calon. Ini selalu terjadi dalam sejarah pemilu kita," ungkap Jimly.
Jimly juga menjelaskan bahwa Indonesia memiliki tiga lembaga khusus yang menangani masalah pemilu, yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP.
"Di Indonesia, kita memiliki tiga lembaga khusus yang mengurusi pemilu, yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP. Ini tidak umum di seluruh dunia," tambahnya. (Bd20)
Editor: Mas Bons
Sumber: RMid