Kabaran Jakarta — Kebijakan baru tentang makan bergizi gratis dengan alokasi Rp 10 ribu per porsi menuai sorotan publik. Kebijakan ini mengurangi anggaran dari sebelumnya Rp 15 ribu per porsi, sehingga memunculkan berbagai polemik di tengah masyarakat.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa angka Rp 10 ribu adalah hasil perhitungan rata-rata berdasarkan uji coba selama 11 bulan di Pulau Jawa. "Ini adalah rata-rata dari uji coba. Bapak Presiden (Prabowo Subianto) menegaskan ini adalah rata-rata. Untuk daerah dengan harga bahan pangan lebih mahal, alokasi bisa lebih tinggi," ujar Dadan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Dadan juga menyebutkan bahwa untuk daerah dengan biaya pangan lebih rendah, anggaran per porsinya akan disesuaikan. "Itu bukan harga minimum, melainkan rata-rata. Kami akan mengacu pada indeks harga rata-rata di setiap wilayah," tambahnya.
Untuk mendukung kebijakan ini, uji coba tambahan akan dilakukan pada Desember 2024 di 150 lokasi yang mencakup wilayah dari Aceh hingga Papua. "Melalui uji coba ini, kami akan menghitung kebutuhan rata-rata di berbagai daerah seperti Papua, Maluku, hingga NTT," jelas Dadan.
Lebih lanjut, Dadan menegaskan bahwa biaya yang ditetapkan bukan untuk paket makanan jadi, melainkan untuk bahan baku yang akan digunakan untuk masak setiap hari. Hal ini memungkinkan fleksibilitas sesuai dengan kebutuhan lokal.
Terkait potensi alokasi lebih tinggi di daerah tertentu, Dadan belum memberikan rincian, tetapi memastikan timnya sudah mulai bekerja di lapangan untuk mempersiapkan pelaksanaan uji coba.
Meski terjadi perubahan alokasi per porsi, Dadan memastikan anggaran keseluruhan sebesar Rp 71 triliun yang tercantum dalam APBN tidak mengalami perubahan. Hal ini bertujuan untuk memastikan program makan bergizi tetap berjalan di seluruh Indonesia dengan penyesuaian lokal yang optimal.