terkini

Ads Google

Kasus Tanah Labuan Bajo: Satgas Mafia Tanah Kejagung Temukan Indikasi Sertifikat Bermasalah

Redaksi
2/08/25, 22:15 WIB Last Updated 2025-02-08T15:15:38Z


Kabaran Labuan Bajo – Konflik sengketa tanah 11 hektare di Kerangan, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, terus bergulir dan telah mencapai tahap banding di Pengadilan Tinggi (PT) Kupang. Namun, tergugat Paulus Grant Naput, Maria Fatmawati Naput, dan Santosa Kadiman tetap bersikeras mengklaim kepemilikan tanah tersebut, meski Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan indikasi cacat yuridis dan administrasi dalam sertifikat mereka.


Bahkan, pihak tergugat meminta sidang tambahan di Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo, termasuk menghadirkan saksi ahli tulisan tangan yang sebelumnya tidak diketahui pihak penggugat.


Muhamad Rudini, ahli waris tanah yang diklaim milik alm. Ibrahim Hanta, dalam konferensi pers pada Rabu (5/2/2025), mengungkapkan bahwa Satgas Mafia Tanah Kejagung telah mengeluarkan Surat Nomor R-860/D.4/Dek.4/08/2024 tertanggal 23 Agustus 2024, yang menemukan adanya indikasi penyimpangan dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.02545 dan SHM No.02549 atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput.


Surat Kejagung yang ditembuskan ke Kajati NTT dan Kajari Manggarai Barat mengungkap beberapa poin penting:


Sertifikat SHM No.02545 dan SHM No.02549 terindikasi cacat yuridis dan administrasi, karena diterbitkan di atas tanah yang masih bersengketa dan tanpa penyelesaian hukum yang jelas.


Tidak ditemukan alas hak asli dalam warkah Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat, yang menjadi dasar penerbitan sertifikat tersebut.


Surat Kejagung merekomendasikan upaya hukum lebih lanjut, baik secara pidana, perdata, maupun PTUN, terhadap klaim kepemilikan yang dilakukan pihak tergugat.


"Surat ini merupakan hasil pemeriksaan banyak saksi, termasuk pejabat BPN Labuan Bajo, mantan lurah, mantan camat, serta pihak tergugat sendiri," ungkap Rudini.


Merespons kejanggalan dalam sidang tambahan di PN Labuan Bajo pada 3 Februari 2025, pihak penggugat menggelar aksi demonstrasi. Kuasa hukum Muhamad Rudini, Jon Kadis, S.H., menilai proses hukum yang dijalankan tidak transparan.


"Pada sidang tambahan ini, tergugat tetap mengandalkan surat alas hak yang hanya berupa fotokopi dari dokumen tertanggal 10 Maret 1990. Jika surat aslinya tidak pernah ada, maka klaim kepemilikan tanah ini menjadi tidak berdasar," tegas Jon Kadis.


Menurutnya, sekalipun tergugat menghadirkan saksi ahli baru, hal tersebut tidak mengubah fakta bahwa surat asli tidak pernah diperlihatkan dalam sidang.


"Berapa pun jumlah saksi ahli yang dihadirkan, kalau surat alas hak asli 10 Maret 1990 itu tidak ada, sama saja bohong," tambahnya.


Jon Kadis juga menantang Paulus Grant Naput, Maria Fatmawati Naput, dan Santosa Kadiman untuk menggelar konferensi pers jika merasa klaim kepemilikan mereka benar.


"Kalau mereka yakin memiliki hak atas tanah ini, silakan tunjukkan surat asli 10 Maret 1990 di depan publik. Bukan hanya fotokopi," ujarnya.


Hingga saat ini, keluarga Niko Naput dan Santosa Kadiman belum memberikan tanggapan resmi atas temuan Kejagung maupun tantangan dari pihak penggugat.


Dengan adanya temuan ini, keputusan banding di PT Kupang menjadi krusial dalam menentukan keabsahan klaim kepemilikan tanah 11 hektare di Labuan Bajo ini. (*)



Liputan : Gus Din

Editor : KI

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kasus Tanah Labuan Bajo: Satgas Mafia Tanah Kejagung Temukan Indikasi Sertifikat Bermasalah

Terkini

Topik Populer

Iklan

Close x