Kabaran.Id, - Satu malam di pengujung bulan suci Ramadhan, di sebuah perkampungan, suasana malam takbiran terasa begitu istimewa. Anak-anak, remaja, hingga orang tua turut serta dalam persiapan pawai obor. Segala keperluan, mulai dari bambu, kain bekas, hingga minyak tanah, telah disiapkan dengan rapi.
Beberapa jam kemudian, pawai obor pun dimulai. Warga berbaris rapi, membawa obor di tangan kanan sambil melantunkan takbir dan menabuh gendang serta beduk. Suara takbir yang dikumandangkan secara serempak menggema di seluruh penjuru kampung, menciptakan suasana yang penuh dengan kebersamaan dan kegembiraan.
Takbir keliling merupakan tradisi yang telah meluas di hampir semua pelosok negeri, khususnya pada malam menjelang Idulfitri dan Iduladha. Tradisi ini dilakukan oleh umat Islam yang secara berkelompok atau beriringan mengumandangkan kalimat takbir sambil berjalan kaki atau menggunakan kendaraan.
Suara takbir yang menggema diiringi dengan tabuhan beduk, alat musik tradisional yang identik sebagai penanda waktu salat di masjid. Hiasan-hiasan di kendaraan pawai, lampu warna-warni di jalanan, serta ornamen yang dipasang di masjid semakin memperkuat nuansa meriah dalam menyambut hari kemenangan.
Konsep Dasar Takbir dalam Islam
Secara harfiah, kalimat "Allahu Akbar" dalam bahasa Arab berarti "Allah Maha Besar". Ungkapan ini merupakan pernyataan fundamental dalam Islam yang menegaskan keagungan dan kebesaran Allah Swt. di atas segala sesuatu.
Kalimat takbir sering kali dilafalkan dalam berbagai ritual ibadah, seperti dalam salat lima waktu, azan, ikamah, serta ibadah haji dan kurban. Takbir juga digunakan sebagai ekspresi keimanan dalam berbagai situasi, baik saat bergembira, bersyukur, maupun menghadapi kesulitan.
Takbir Selama Hari Raya
Umat Islam dianjurkan bertakbir di dua hari raya, yaitu Idulfitri dan Iduladha, sebagai bentuk syukur dan pengagungan kepada Allah Swt. Meskipun tidak ada satu formulasi baku dalam pelafalan takbir, mayoritas ulama sepakat bahwa takbir pada hari raya merupakan sunah yang sangat dianjurkan.
Takbiran Keliling di Indonesia
Tradisi takbiran keliling di Indonesia muncul sebagai hasil akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal. Seiring waktu, takbiran keliling mengalami evolusi, dari yang awalnya hanya dilakukan dengan berjalan kaki hingga menggunakan kendaraan berhias berbagai ornamen Islami.
Di beberapa daerah, takbiran keliling bahkan menjadi sebuah festival budaya. Misalnya, di Gresik, tradisi membawa "Damar Kurung" atau lampion khas mewarnai malam takbiran. Di Bengkulu, masyarakat Serawai memiliki tradisi "Ronjok Sayak", di mana tumpukan tempurung kelapa dibakar sebagai ungkapan syukur. Sementara itu, masyarakat Sunda memiliki tradisi "Nganteuran", yaitu bertukar makanan dengan tetangga.
Sebagian ulama berpendapat bahwa takbiran keliling adalah praktik yang diperbolehkan bahkan dianjurkan sebagai bentuk syiar Islam dan ekspresi kegembiraan dalam menyambut hari raya. Namun, ada pula pandangan yang menekankan pentingnya menjaga kesucian malam takbiran dengan memperbanyak zikir dan ibadah di masjid atau rumah.
Terlepas dari perbedaan pandangan tersebut, takbir keliling tetap menjadi salah satu tradisi yang mempererat kebersamaan umat Islam di Indonesia. Selama pelaksanaannya dilakukan dengan penuh adab dan tidak menimbulkan gangguan, tradisi ini akan terus menjadi bagian dari warisan budaya Islam di Nusantara. *